Berbagi info simpangraties
Pertama, Shalat gerhana disyariatkan bagi kaum muslimin yang melihat peristiwa gerhana matahari atau bulan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda terkait peristiwa gerhana:
فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ
”Jika kalian melihat gerhana tersebut (matahari atau bulan) , maka bersegeralah untuk melaksanakan shalat. (HR. Bukhari)
Karena itu, bagi umat islam di daerah lain yang tidak melihat peristiwa gerhana, tidak disyariatkan melaksanakannya.
Kedua, dianjurkan untuk mengundang kaum muslimin dengan panggilan: As-shalaatu jaami’ah
Dari Abdullah bin Umar, beliau mengatakan:
لمّا كسَفَت الشمس على عهد رسول الله – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – نودي: الصلاة جامعة
Ketika terjadi gerhana matahari di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, diserukan: As-shalaatu jaami’ah. (HR. Bukhari & Muslim)
Makna kalimat ini adalah: Hadirilah shalat yang dilaksanakan secara berjamaah ini. (Fathul Bari, 2/533, dinukil dari Mausu’ah Fiqhiyah Muyassarah, Husain Al-Awayisyah, 2/173).
Ketiga, bacaan shalat gerhana matahari dikeraskan, meskipun dilakukan di siang hari
Imam Bukhari membuat judul bab dalam shahihnya:
باب الجهر بالقراءة في الكسوف
Bab mengeraskan bacaan ketika shalat kusuf (gerhana).
Kemudian beliau membawakan beberapa dalil yang menunjukkan anjuran itu.
Keempat, Dianjurkan bacaannya panjang
A’isyah mengatakan:
ما سجدْت سجوداً قطّ كان أطول منه
Saya belum pernah melakukan sujud yang lebih panjang dari pada sujud shalat gerhana. (HR. Bukhari)
Dalam riwayat yang lain, beliau mengatakan:
ما ركعتُ ركوعاً قطّ، ولا سجدت سجوداً قطّ؛ كان أطول منه
Saya belum rukuk maupun sujud sekalipun yang lebih panjang dari pada rukuk dan sujud ketika shalat gerhana. (HR. Muslim)
Kelima, shalat gerhana dikerjakan secara berjamaah di masjid
Imam Bukhari membuat judul bab:
باب صلاة الكسوف جماعة
Bab shalat kusuf secara berjamaah.
Al-Hafidz menjelaskan:
وإن لم يحضروا الإِمام الراتب، فيؤمّ لهم بعضهم وبه قال الجمهور
Meskipun imam tetap tidak datang. Maka salah satu diantara masyarakat menjadi imam bagi jamaah yang lain. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. (Fathul Bari, 2/540, dinukil dari Mausu’ah Fiqhiyah Muyassarah, Husain Al-Awayisyah, 2/174)
Keenam, wanita dianjurkan untuk ikut shalat gerhana di masjid
Diantara dalil yang menunjukkan hal ini adalah testimoni A’isyah tentang shalat gerhana yang beliau lakukan. Hadis tersebut menunjukkan bahwa beliau mengikuti shalat gerhana ini bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Imam Bukhari membuat judul bab:
باب صلاة النساء مع الرجال في الكسوف
Bab, wanita ikut shalat kusuuf bersama laki-laki ketika gerhana
Ketujuh, tata caranya:
Aisyah menceritakan :
Gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami sahabat dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat tadi), dan matahari mulai kelihatan kembali. (HR. Bukhari).
Tata Cara Shalat Gerhana dengan Gambar
Tata Cara Shalat Gerhana plus Gambar dan Video
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda terkait peristiwa gerhana:
فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ
”Jika kalian melihat gerhana tersebut (matahari atau bulan) , maka bersegeralah untuk melaksanakan shalat. (HR. Bukhari)
Karena itu, bagi umat islam di daerah lain yang tidak melihat peristiwa gerhana, tidak disyariatkan melaksanakannya.
Kedua, dianjurkan untuk mengundang kaum muslimin dengan panggilan: As-shalaatu jaami’ah
Dari Abdullah bin Umar, beliau mengatakan:
لمّا كسَفَت الشمس على عهد رسول الله – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – نودي: الصلاة جامعة
Ketika terjadi gerhana matahari di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, diserukan: As-shalaatu jaami’ah. (HR. Bukhari & Muslim)
Makna kalimat ini adalah: Hadirilah shalat yang dilaksanakan secara berjamaah ini. (Fathul Bari, 2/533, dinukil dari Mausu’ah Fiqhiyah Muyassarah, Husain Al-Awayisyah, 2/173).
Ketiga, bacaan shalat gerhana matahari dikeraskan, meskipun dilakukan di siang hari
Imam Bukhari membuat judul bab dalam shahihnya:
باب الجهر بالقراءة في الكسوف
Bab mengeraskan bacaan ketika shalat kusuf (gerhana).
Kemudian beliau membawakan beberapa dalil yang menunjukkan anjuran itu.
Keempat, Dianjurkan bacaannya panjang
A’isyah mengatakan:
ما سجدْت سجوداً قطّ كان أطول منه
Saya belum pernah melakukan sujud yang lebih panjang dari pada sujud shalat gerhana. (HR. Bukhari)
Dalam riwayat yang lain, beliau mengatakan:
ما ركعتُ ركوعاً قطّ، ولا سجدت سجوداً قطّ؛ كان أطول منه
Saya belum rukuk maupun sujud sekalipun yang lebih panjang dari pada rukuk dan sujud ketika shalat gerhana. (HR. Muslim)
Kelima, shalat gerhana dikerjakan secara berjamaah di masjid
Imam Bukhari membuat judul bab:
باب صلاة الكسوف جماعة
Bab shalat kusuf secara berjamaah.
Al-Hafidz menjelaskan:
وإن لم يحضروا الإِمام الراتب، فيؤمّ لهم بعضهم وبه قال الجمهور
Meskipun imam tetap tidak datang. Maka salah satu diantara masyarakat menjadi imam bagi jamaah yang lain. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. (Fathul Bari, 2/540, dinukil dari Mausu’ah Fiqhiyah Muyassarah, Husain Al-Awayisyah, 2/174)
Keenam, wanita dianjurkan untuk ikut shalat gerhana di masjid
Diantara dalil yang menunjukkan hal ini adalah testimoni A’isyah tentang shalat gerhana yang beliau lakukan. Hadis tersebut menunjukkan bahwa beliau mengikuti shalat gerhana ini bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Imam Bukhari membuat judul bab:
باب صلاة النساء مع الرجال في الكسوف
Bab, wanita ikut shalat kusuuf bersama laki-laki ketika gerhana
Ketujuh, tata caranya:
Aisyah menceritakan :
Gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami sahabat dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat tadi), dan matahari mulai kelihatan kembali. (HR. Bukhari).
Komentar
Posting Komentar